16 Sep 2017 by Admin Fractiown
Bingung memilih KPR? Ini dia bedanya KPR syariah dengan KPR konvensional
Membeli hunian bisa menjadi tantangan tersendiri bagi yang belum berpengalaman. Mulai dari memilih properti yang tepat, lokasi yang strategis, sampai harga yang cocok, semuanya perlu dipikirkan dengan matang. Saat pilihan hunian sudah ditentukan, pertanyaan baru pun masih menghadang: bagaimana mencari produk kredit pemilikan rumah (KPR) yang tepat?
Pilihan produk KPR saat ini memang kian banyak dan bervariasi – hingga tidak jarang membingungkan. Di antara banyak jenis KPR, memilih antara KPR syariah dan KPR konvensional mungkin menjadi dilema yang paling umum dihadapi para pembeli pemula. Untuk membantu Anda menentukan pilihan, berikut ini lima perbedaan mendasar di antara keduanya.
Tingkat bunga dan cicilan
KPR konvensional umumnya memberlakukan suku bunga mengambang (floating) kepada peminjam. Artinya, besar cicilan yang harus dibayarkan oleh konsumen akan berubah-ubah, menyesuaikan dengan suku bunga Bank Indonesia (BI). Suku bunga tetap biasanya hanya diberlakukan pada masa tiga tahun pertama pinjaman, dan selanjutnya disesuaikan dengan suku bunga acuan.
Ini berbeda dengan KP7R syariah yang menetapkan suku bunga tetap, karena besarnya harga rumah sudah ditetapkan sejak awal. Nilai pinjaman syariah adalah nilai pembelian rumah ditambah dengan margin. Itu sebabnya, dalam KPR syariah tidak ada istilah bunga, melainkan bagi hasil. Dengan demikian, cicilan yang dibayarkan peminjam pun besarannya sama setiap bulannya.
Penalti
Jika mengambil KPR konvensional, Anda akan dikenakan biaya penalti ketika ingin melunasi pinjaman lebih awal dari tenor yang telah disepakati. Hal ini tidak berlaku dalam skema KPR syariah. KPR jenis ini lebih fleksibel karena tidak membebankan penalti apapun jika Anda melunasi pinjaman lebih cepat dari jangka waktu yang telah ditentukan di awal.
Perjanjian pinjaman
KPR konvensional hanya memiliki satu perjanjian pinjaman dengan nasabah, yakni perjanjian jual-beli. Sementara itu, KPR syariah menawarkan beberapa jenis perjanjian atau yang kerap disebut akad. Beberapa skema pembiayaan syariah, yakni mencakup akad Murabahah (jual-beli), akad Musyarakah Mutanaqishah (kepemilikan bertahap), akad Ijarah (sewa), dan akad Ijarah Muntahua (sewa beli). Masing-masing akad tersebut menawarkan skema pembiayaan yang berbeda-beda, dan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan Anda.
Denda keterlambatan
Denda keterlambatan untuk KPR syariah umumnya lebih besar daripada KPR konvensional. KPR syariah bisa membebankan biaya keterlambatan hingga 5% dari besar cicilan setiap bulan. Nilai ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan denda keterlambatan untuk KPR konvensional yang biasanya sekitar 1% saja.
Tenor pinjaman
Waktu pinjaman KPR syariah biasanya lebih pendek jika dibandingkan dengan KPR konvensional. KPR syariah umumnya hanya memberlakukan masa pinjaman maksimal selama 15 tahun, sementara KPR konvensional bisa memberikan tenor pinjaman hingga 20 tahun.